Saturday, July 18, 2015

Abstraksi Buku Kidung Bumi Segandu Karya Wahyu Iryana


Zaman pra sejarah adalah zaman belum mengenal tulisan, secara logika manusia sejarah yang berperadaban adalah manusia yang telah mengamalkan budaya tulis-menulis. Abad ke 4 SM ditemukan prasasti batu tulis di Kutai Kertanegara, menandakan manusia Nusantara sudah berperadaban. Menulis adalah sesuatu yang harus menjadi tradisi dikalangan akedemisi apalagi seorang sejarawan, menurut Sartono Kartodirdjo sang mbahnya sejarawan Indonesia syarat menjadi seorang sejarawan idealnya harus mampu menulis.

Novel Tetralogi Pramoedya Ananta Toer tertulis bahwa dari semua kegiatan pribumi, ternyata yang dianggap mahkota kegiatan adalah jurnalistik. Dan barang tentu bukan jurnalistik sebagaimana dikenal oleh Eropa, tapi menulis di Koran atau Majalah dengan nama terpampang, baik nama benar, nama pena atau inisial. Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian. Dan jurnalistik gaya Hindia merupakan perpaduan alamiah dari gerakan pribumi untuk kepemimpinan dan keabadian. Kita ada karena kita menulis tambah Kang Iip D Yahya.

         Maka tidak mengherankan jika tulisan sarat dengan muatan terhadap keadaan riil yang terjadi di masyarakat, serta kritik terhadap sistem modernisme yang sering membuat orang menjadi sengsara. Advokasi yang paling ampuh adalah dengan media jurnalistik, karena lewat jurnalistik faham kesadaran sosial mudah menyebar kemana-mana. Sebab salah satu tujuan jurnalistik adalah “ Membangun Opini Publik “. Sehingga keberadaannya sangat signifikan untuk menyebarkan faham kebhinekaan, dan membangun kritisisme menuju masyarakat yang berperadaban.

Buku Kidung Bumi Segandu adalah kumpulan celoteh Wahyu Iryana (Kang Wayan) untuk mengungkapkan kegelisahan terkait kritik sosial, tafsir budaya, potret sejarah, pepeling hidup Manusia DerBon (Dermayu-Cerbon) pepakem visioner Sunan Gunung Jati, pemahaman keagamaan, khasanah kearifan lokal dan wawasan kebangsaan. Apabila kata adalah senjata maka menulis adalah melawan, mereka para penulis sesungguhnya pewaris peradaban. Mari menulis semoga bermanfaat.

No comments:

Post a Comment