Saturday, July 18, 2015

Kebangkitan Perekonomian Cina

Kebangkitan perekonomian Cina menguncang dunia. Cina saat ini menjadi kekuatan dunia yang tidak bisa dianggap enteng. Orang-orang Cina secara kontekstual mengikuti petuah Deng Xiaoping yang mengatakan zhi fu shi guangrong (menjadi kaya itu mulia). Setelah kebijakan reformasi dan membuka diri (Gaige Kaifang) yang dimulai pada Desember 1978 pertumbuhan perekonomian Cina terus melejit bahkan mampu mencapai 8% pertahunnya.
Tidak bisa dipungkiri, Indonesia pun mulai merasakan dampak dari amukan perekonomian Cina. Hal ini bisa dibuktikan ketika kita datang dan melihat-lihat barang-barang di pusat-pusat perbelanjaan. Hampir di setiap toko, baik di pasar tradisional maupun mal-mal kelas elite, semuanya kita jumpai produk-produk buatan Cina. Ciri khas produk Cina selain harganya relatif murah, namun kualitas barangnya tidak mengecewakan pembeli.
Contoh lainnya tahun 1990, Cina telah menjadi produsen televisi terbesar di dunia. Lima tahun kemudian, Cina menjadi penghasil semen terbesar di dunia, dan tiga tahun kemudian, menjadi produsen pupuk buatan dan baja terbesar di dunia. Cina yang berpenduduk terbanyak nomor satu di dunia telah mampu membuka mata negara Amerika Serikat sebagai eksportir terbesar kedua di dunia, dan diprediksi pada tahun 2015 akan merebut tempat pertama dalam menguasai perekonomian dunia.Karena itu tidak berlebihan jika penulis buku Cina Shakes the world (2006) James Kynge, memprediksi jika Cina akan menjadi negara super power dunia, menggeser posisi negara Amerika Serikat. Pertanyaannya sekarang adalah apa pelajaran yang dapat diambil dari etos kerja orang Cina?
Menurut Jae Ho Chung seorang analis dari Korea Selatan, mengatakan ada lima hal kebijakan yang dilakukan negeri Cina, dalam pencapainan kesuksesan perekonomian di Cina, kelima kebijakan itu adalah, Pertama, desentralisasi. Sejak tahun 1990-an Cina telah mendesentralisasikan kekuasaan administratif maupun otoritas perencanaan anggaran kepada pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun di tingkat bawahnya. Hal ini kemudian menghasilkan pelaksanaan kebijakan ekonomi dapat dilakukan secara langsung, tertib dan tidak sentralistik. Kedua, marketisasi. Cina dalam hal ini melakukan proses marketisasi dengan memperkecil peran negara, terutama dalam pembuatan rencana anggaran belanja oleh pemerintah pusat. Ketiga, diversifikasi. Cina melakukan diversifikasi kepemilikan perusahaan dengan berbagai macam kombinasi. Sebagai negara sosialis, masalah kepemilikan ini menjadi masalah paling peka dan paling sulit, namun walhasil Cina mampu menemukan formula kompromi. Keempat, liberalisasi. Cina berhasil melakukan liberalisasi pemikiran yang membuat orang Cina mampu keluar dari cengkraman idiologi (sosialis). Dalam penelitan Jae Ho Chung, eksperimen kepala desa di desa-desa di seluruh Cina. Mayoritas penduduk Cina tidak lagi harus tunduk kepada pemimpin yang dilakukan oleh atasan. Dan yang Kelima, internasionalisasi, pada tahun 1978 Cina hanya mempunyai hubungan diplomatik dengan 99 negara, namun pada akhir 2001 angka itu naik menjadi 162 negara. Mulai 1990-an, 60% wilayah Cina dinyatakan terbuka bagi dunia luar. Hal ini juga di ejawantahkan Cina dengan aktif dalam belbagai panggung Internasional. Mulai dari IMF, WTO, UNDP, IDB, Bank Dunia, dan berbagai kelembagaan internasional yang lainnya.
Falsafah Ekonomi Cina
Menurut ajaran konfusianisme yang dianut di Cina sejak dahulu, pedagang merupakan strata terendah dalam klasifikasi sosial. Sarjana dan ilmuan merupakan starta tertinggi dalam klasifikasi sosial orang Cina, disusul pegawai kerajaan dan tentara. Pedagang dianggap hina karena pada saat itu mereka mengambil untung sangat berlebihan. Namun seiring perkembangan jaman rupanya orang Cina menafsirkan ulang ajaran konfusianisme untuk membangkitkan semangat ekonomi mereka.
Orang Cina mempunyai jiwa kemandirian yang tinggi. Ia bisa hidup dimanapun dia berada dan senantiasa melihat peluang, meskipun dicelah sempit. Mereka rajin bekerja dan tidak mau statis. Umumnya para pedagang Cina rela bangun dini hari dan terus bekerja sampai malam hari. Banyak peneliti yang mengatakan bahwa para usahawan Cina sukses bekerja sekurang-kurangnya 18 jam sehari. Dengan melihat kenyataan itulah pedagang tidak lagi ditempatkan sebagai kelas terendah dalam ajaran konfusianisme yang di anut oleh bangsa Cina.
Orang Cina menyakini berdagang selalu memberikan untung yang positif, tidak ada ruginya. Jual beli menjanjikan kesenangan, kemewahan dan kebahagiaan. Oleh karena itu kebanyakan orang Cina yang datang ke perantauan lebih memilih jalan hidup dengan berdagang. Salah satu rahasia sukses dagang ala si mata sipit adalah tidak membatasi diri dalam bidang perdagangan. Mereka beralasan bahwa apabila hidup hanya mengandalkan gaji, tidak akan mengangkat kedudukan sosialnya.
Ada pepatah Cina mengatakan, bila terlalu hati-hati maka akan mati. Prinsipnya biar kalah tetapi jangan gagal. Orang Cina sangat menghormati leluhurnya, salah satu cara menghormati orangtua dan mengangkat martabat keluarga, menurut kepercayaan Tiongkok, adalah menjadi kaya. Menurut buku Rahasia Bisnis Orang Cina yang di tulis oleh Ann Wan Seng, orang Cina lebih maju dari bangsa lain dalam berbisnis. Mereka meyakini sekedar pintar berdagang tidak memberikan hasil yang maksimal. Seorang pembisnis harus agresif, berani, tahan banting, bersemangat dan pintar mencari peluang. Mereka harus cepat bergerak tanpa takut resiko.
Ann Wan Seng menambahkan secara historis para pedagang Cina ini umumnya lahir dari keluarga pedagang miskin dan tidak berpendidikan. Namun orang-orang Cina perantau itu memiliki pandangan dan falsafah yang kuat agar jangan menyerah pada nasib. Prinsip ini membantu memenangkan persaingan di komunitasnya. Inilah yang menjadi sebab mengapa orang Cina selalu lebih dulu bertindak dari pada bangsa Indonesia. Kebanyakan masyarakat Cina percaya bahwa nasib buruk dapat diubah. Persatuan dan ikatan antar mereka cukup kuat. Pengusaha Cina lebih suka mempekerjakan sanak saudaranya dari pada orang lain, hal ini diupayakan untuk membantu jumlah kaum miskin di antara mereka cepat berkurang.
Bagi orang Cina hidup adalah makan, maka untuk itu harus bekerja. Namun dalam hal ini mereka tidak hanya mencari makan saja, tetapi meningkatkan kualitas hidup untuk menaikan kelas sosialnya. Nilai-nilai yang bernada positif yang dimiliki oleh para leluhur bangsa Cina itu kemudian menjiwai mereka dalam berdagang dan berbisnis. Mereka membentuk kultur yang mendukung dan membuat kebiasaan wirausaha dalam keluarga. Kekuatan dagang Cina inilah yang melekat dalam karakteristik masyarakat yang diwarisi turun temurun. Dalam keluarga pedagang, anak-anak mereka sering bertemu dan melayani pembeli. Jika seorang anak ingin mendapatkan uang jajan dari orang tuannya, ia harus membantu sekecil apapaun kegiatan matapencaharian keluarga yang mereka lakukan. Keluarag Cina sukses menanamkan budaya kerja keras, hemat dan tidak takut gagal.
Kita harus banyak belajar dari kebudayaan dan peradaban Cina yang tinggi terutama dalam bidang perdagangan. Realitas historis membuka mata kita, bahwa Cina dengan kekurangannya, memiliki nilai positif yang harus dijadikan ibroh bagi kita semua.

Dimuat di Bandung Ekspres, 9 Juli 2011

No comments:

Post a Comment