Gagasan perlunya pembentukan sebuah badan kelaskaran muslim,
yakni Hizbullah untuk pertama kalinya dicetuskan di dalam muktamar Masyumi bulan Oktober 1943. Ide tersebut
muncul dari Wali Al-Fallah seorang pemimpin Muhammadiyah (Benda, 1985 : 73).
Ide tersebut disetujui oleh sepuluh
tokoh Islam ternama antara lain K. H.
Mas Mansur, K. H. Adnan, Dr. H. Abdul Karim Amrullah, H. Mansur, H. Cholid ,
K.H. Abdul Majid, H. Yacob, K. H. Djunaedi, U. Mochtar dan H. Moh Sadri.
Menurut Ahmad Mansur usul
mengenai dibentuknya badan semi militer Hizbullah tersebut, sebenarnya hanya
mengulang tuntutan SI (Sarekat Islam) terhadap Belanda untuk membentuk “Indie
Weerbaar” (Pertahanan
Indonesia), yang bertujuan membangkitkan kembali semangat keprajuritan Umat
Islam, kemudian pemerintah Jepang baru menyetujuinya pada bulan Desember 1944,
dan dirumuskan oleh Khumakhici.
Setelah mendapat persetujuan Jepang,
maka dibentuklah Hizbullah secara resmi oleh Masyumi, dalam Anggaran Dasarnya,
Hizbullah mempunyai tugas militer dan keagamaan. Dalam bidang militer
organisasi tersebut harus bertindak sebagai korps cadangan
PETA dalam perang melawan sekutu. Di bidang agama Hizbullah diharapkan mempropagandakan dan
mempertahankan Islam serta menjamin agar masyarakat Muslim memenuhi kewajiban
agamanya (Dijk,
1993 : 63).
Bersamaan dengan persetujuan Jepang,
bulan Januari 1945 dibentuk kepengurusan Laskar Hizbullah. Anggota pengurus
berasal dari unsur-unsur Nahdatul Ulama (NU),
Muhammadiyah, Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), Sarekat Islam (SI) dan
organisasi Islam lainnya. Beberapa tokoh ulama antara lain K. H. Al Wahab
Hasbullah diangkat sebagai penasehat dan pelindung Laskar Hizbullah. (Benda,
1985 : 320)
Pengurus pusat Laskar Hizbullah pusat diketuai oleh
Zaenul Arifin. Setelah
Laskar Hizbullah terbentuk tanggal 18 Pebruari 1945 terhimpun 500 orang pemuda
Islam yang berasal dari seluruh keresidenan di pulau Jawa dan Madura.
Keanggotaan Laskar Hizbullah terdiri dari pemuda muslim, terutama siswa
madrasah dan pesantren berusia antara 15 – 20
tahun yang mempunyai fisik sehat, bujangan dan mendapat ijin dari orang
tua (wali). Mereka dikumpulkan untuk menjalankan latihan pertama di Cibarusa, dekat Bekasi,
kira-kira 28 Kilometeran dari Bogor. Mereka dilatih terutama dalam bidang
kemiliteran, yang dipimpin oleh seorang Kapten Jepang bernama Yanagawa (Soebagijo,
1982 : 50). Sebelum pendidikan Hizbullah tahap kedua selesai, Jepang sudah
kalah perang dan Indonesia memproklamasikan Kemerdekaannya. Oleh karena itu,
hanya ada 500 orang anggota Hizbullah yang terlatih dari seluruh pulau Jawa dan
Madura pada masa pendudukan Jepang.
Tanggapan positif umat Islam Indonesia
terhadap Proklamasi Kemerdekaan, khususnya dalam mengisi dan menegakan negara
Republik Indonesia dengan mengadakan Kongres Umat Islam Indonesia pada tanggal 7-8
November 1945 di Yogyakarta. Kongres itu menghasilkan tiga kepusan berikut. Pertama, memperkuat
persiapan umat Islam untuk berjihad fi’sabilillah. Kedua, memperkuat
pertahanan Indonesia dengan berbagai usaha yang diwajibkan oleh agama Islam. Ketiga, menyelesaikan
susunan dari sifat Masyumi sebagai pusat persatuan umat Islam Indonesia,
sehingga dapat menggerakan dan memimpin perjuangan umat Islam Indonesia
seluruhnya. (Jogaswara, 1995 : 50 – 51)
Setelah proklamasi
kemerdekaan Indonesia diumumkan, Laskar
Hizbullah sebagai organisasi pemuda Islam merekstrukturisasi kembali dirinya
sesuai dengan semangat revolusi. Tujuan organisasi yang semula secara tersurat
untuk membantu tentara Jepang memenangkan perang, diarahkan pada upaya-upaya
untuk mempertahankan kemerdekaan.
Dengan tetap memegang tujuan-tujuan
yang hakikatnya sesuai dengan ajaran Islam.
Hizbullah
Cabang Bandung
Meningkatnya pembentukan kelaskaran, merupakan reaksi terhadap
kedatangan tentara Sekutu ke Indonesia. Bulan
September dan Oktober 1945 adalah awal dari semakin memanasnya revolusi fisik
di Bandung. Pejuang
yang bernama Caeruman dan Husinsyah berinisiatif membentuk barisan kelaskaran,
yaitu Hizbullah Cabang Bandung (Cahyadi, 1998 : 56).
Di Jawa Barat pada awal revolusi
terdapat dua Divisi Hizbullah, yaitu pimpinan Zainal Bakhri dan Samsul Bakhri.
Di kota Bandung terdapat beberapa kelompok Hizbullah, tetapi yang paling
menonjol ada dua, yaitu yang dipimpin oleh Aminuddin Hamzah berlokasi di daerah
Cicadas, dan yang dipimpin oleh Husinsyah berlokasi dipinggir kota Bandung
sebelah Barat. Anggota-anggota Hizbullah kota Bandung selain santri juga terdiri
dari para pemuda Islam (Jogaswara,
1995 : 50).
Laskar Hizbullah tersebar di kota
Bandung dan sekitarnya, seperti Cimahi, Cililin, Ciwidey, Ciparay dan Majalaya.
Kekuatan Hizbullah Bandung terutama yang dipimpin Husinsyah beranggotakan
sekitar 400 orang. Dalam usaha untuk meningkatkan perjuangan
Laskar Hizbullah di Bandung, pada bulan Oktober 1945 Husinsyah menyusun Resimen
Laskar Hizbullah atas perintah dari Komando Divisi Jawa Barat yang dipimpin
oleh Zainal Bakhri. Dalam konsolidasi dengan Komando Divisi Jawa Barat
tersebut, Laskar Hizbullah dibentuk di Bandung menjadi Batalyon 29 Yang bernama Batalyon Imam Bonjol
Daerah latihan Hizbullah Yon I Imam Bonjol dipusatkan di Bayongbong Selatan
Garut dengan waktu latihannya sekitar 3 bulan perkompi secara bergiliran.
Materi latihan yang diberikan disamping latihan fisik, masalah mental anggota,
juga diberikan materi rohani yaitu dengan cara memberi pengetahuan agama
melalui ceramah dan menanamkan kecintaan terhadap nusa dan bangsa.
Pembentukan Laskar Hizbullah di Bandung
bersamaan dengan terbentuknya berbagai badan kelaskaran lainnya, seperti Persatuan Pemuda Pelajar Indonesia
(PPPI), Angkatan Pemuda Indonesia (API), Laskar Wanita Indonesia (Laswi), Sabilillah, Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia
(BPRI), Pasukan Banteng Republik Indonesia (BBR I),
Angkatan Muda Kota Besar Bandung, Angkatan
Pemuda Kereta Api (Ekadjati,
1980 : 96 – 97).
Rakyat dan pemuda
yang bergabung dalam berbagai badan kelaskaran dan TKR menyambut kedatangan
tentara Sekutu dan NICA dengan melancarkan berbagai insiden dan pertempuran.
Diantaranya pertempuran di Fokkerweg. Pertempuran Fokkerweg terjadi ketika
pasukan Sekutu mendatangkan konvoi bantuan untuk Bandung. Jalan Fokkerweg yang
merupakan garis penghubung yang sangat vital bagi pihak Sekutu. Konvoi Sekutu
mendapat penghadangan dari pasukan Republik, pertempuran ini berlangsung 3 hari
3 malam. Perjuangan yang ditempuh dalam menghadapi tentara Sekutu yaitu
perlawanan fisik dan perjuangan dengan cara diplomasi. Setelah tahun 1946,
Hizbullah disatukan menjadi batalyon 29 Resimen ke-8, semuanya menjadi tentara.
Dan sebagian lagi melebur kedalam Divisi Siliwangi seperti Batalyon V Hizbullah yang masuk ke dalam Brigade I
Tirtayasa Divisi I Siliwangi (Ensiklopedi Islam I, 1987 : 336).
Dengan masuknya
Hizbullah ke dalam badan
resmi pemerintah, maka Hizbullah mempunyai peranan yang cukup penting, karena
pembentukan TNI termasuk Siliwangi tidak lepas dari peran Hizbullah sebagai
salah satu laskar terkuat saat itu. Hizbullah sebagai organisasi perjuangan
rakyat terbesar telah mempelopori terintegrasinya badan-badan perjuangan rakyat lainnya ke dalam pasukan resmi
Republik Indonesia. Badan-badan
perjuangan atau laskar-laskar ini tumbuh sebagai manifestasi dari hasrat rakyat
yang meluap-luap untuk turut mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Semoga saja manunggalnya kekuatan santri dan rakyat
dalam tubuh militer, membuat bangsa Indonesia tetap jaya.
Di Publikasikan Harian Bandung Ekspres
No comments:
Post a Comment