Sunday, July 19, 2015

Hizbullah: Badan Kelaskaran Kaum Santri Oleh: Wahyu Iryana

Gagasan perlunya pembentukan sebuah badan kelaskaran muslim, yakni Hizbullah untuk pertama kalinya dicetuskan di dalam muktamar Masyumi bulan Oktober 1943. Ide tersebut muncul dari Wali Al-Fallah seorang pemimpin Muhammadiyah (Benda, 1985 : 73). Ide  tersebut disetujui oleh sepuluh tokoh Islam ternama antara lain  K. H. Mas Mansur, K. H. Adnan, Dr. H. Abdul Karim Amrullah, H. Mansur, H. Cholid , K.H. Abdul Majid, H. Yacob, K. H. Djunaedi, U. Mochtar dan H. Moh Sadri.
Menurut Ahmad Mansur usul mengenai dibentuknya badan semi militer Hizbullah tersebut, sebenarnya hanya mengulang tuntutan SI (Sarekat Islam) terhadap Belanda untuk membentuk “Indie Weerbaar (Pertahanan Indonesia), yang bertujuan membangkitkan kembali semangat keprajuritan Umat Islam, kemudian pemerintah Jepang baru menyetujuinya pada bulan Desember 1944, dan dirumuskan oleh Khumakhici.
Setelah mendapat persetujuan Jepang, maka dibentuklah Hizbullah secara resmi oleh Masyumi, dalam Anggaran Dasarnya, Hizbullah mempunyai tugas militer dan keagamaan. Dalam bidang militer organisasi  tersebut  harus bertindak sebagai korps cadangan PETA  dalam perang melawan sekutu. Di bidang agama Hizbullah  diharapkan mempropagandakan dan mempertahankan Islam serta menjamin agar masyarakat Muslim memenuhi kewajiban agamanya (Dijk, 1993 : 63).
Bersamaan dengan persetujuan Jepang, bulan Januari 1945 dibentuk kepengurusan Laskar Hizbullah. Anggota pengurus berasal dari unsur-unsur Nahdatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII), Sarekat Islam (SI) dan organisasi Islam lainnya. Beberapa tokoh ulama antara lain K. H. Al Wahab Hasbullah diangkat sebagai penasehat dan pelindung Laskar Hizbullah. (Benda, 1985 : 320)
Pengurus pusat Laskar Hizbullah pusat diketuai oleh Zaenul Arifin. Setelah Laskar Hizbullah terbentuk tanggal 18 Pebruari 1945 terhimpun 500 orang pemuda Islam yang berasal dari seluruh keresidenan di pulau Jawa dan Madura. Keanggotaan Laskar Hizbullah terdiri dari pemuda muslim, terutama siswa madrasah dan pesantren berusia antara 15 – 20  tahun yang mempunyai fisik sehat, bujangan dan mendapat ijin dari orang tua (wali). Mereka dikumpulkan untuk menjalankan latihan pertama di Cibarusa, dekat Bekasi, kira-kira 28 Kilometeran dari Bogor. Mereka dilatih terutama dalam bidang kemiliteran, yang dipimpin oleh seorang Kapten Jepang bernama Yanagawa (Soebagijo, 1982 : 50). Sebelum pendidikan Hizbullah tahap kedua selesai, Jepang sudah kalah perang dan Indonesia memproklamasikan Kemerdekaannya. Oleh karena itu, hanya ada 500 orang anggota Hizbullah yang terlatih dari seluruh pulau Jawa dan Madura pada masa pendudukan Jepang.
Tanggapan positif umat Islam Indonesia terhadap Proklamasi Kemerdekaan, khususnya dalam mengisi dan menegakan negara Republik Indonesia dengan mengadakan Kongres Umat Islam Indonesia pada tanggal 7-8 November 1945 di Yogyakarta. Kongres itu menghasilkan tiga kepusan berikut. Pertama, memperkuat persiapan umat Islam untuk berjihad fi’sabilillah. Kedua, memperkuat pertahanan Indonesia dengan berbagai usaha yang diwajibkan oleh agama Islam. Ketiga, menyelesaikan susunan dari sifat Masyumi sebagai pusat persatuan umat Islam Indonesia, sehingga dapat menggerakan dan memimpin perjuangan umat Islam Indonesia seluruhnya. (Jogaswara, 1995 : 50 – 51)     
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia diumumkan, Laskar Hizbullah sebagai organisasi pemuda Islam merekstrukturisasi kembali dirinya sesuai dengan semangat revolusi. Tujuan organisasi yang semula secara tersurat untuk membantu tentara Jepang memenangkan perang, diarahkan pada upaya-upaya untuk mempertahankan kemerdekaan. Dengan tetap memegang tujuan-tujuan yang hakikatnya sesuai dengan ajaran Islam.
Hizbullah Cabang Bandung

Meningkatnya pembentukan kelaskaran, merupakan reaksi terhadap kedatangan tentara Sekutu ke Indonesia. Bulan September dan Oktober 1945 adalah awal dari semakin memanasnya revolusi fisik di Bandung. Pejuang yang bernama Caeruman dan Husinsyah berinisiatif membentuk barisan kelaskaran, yaitu Hizbullah Cabang Bandung (Cahyadi, 1998 : 56).
Di Jawa Barat pada awal revolusi terdapat dua Divisi Hizbullah, yaitu pimpinan Zainal Bakhri dan Samsul Bakhri. Di kota Bandung terdapat beberapa kelompok Hizbullah, tetapi yang paling menonjol ada dua, yaitu yang dipimpin oleh Aminuddin Hamzah berlokasi di daerah Cicadas, dan yang dipimpin oleh Husinsyah berlokasi dipinggir kota Bandung sebelah Barat. Anggota-anggota Hizbullah kota Bandung selain santri juga terdiri dari para pemuda Islam (Jogaswara, 1995 : 50).                          
Laskar Hizbullah tersebar di kota Bandung dan sekitarnya, seperti Cimahi, Cililin, Ciwidey, Ciparay dan Majalaya. Kekuatan Hizbullah Bandung terutama yang dipimpin Husinsyah beranggotakan sekitar 400 orang.  Dalam usaha untuk meningkatkan perjuangan Laskar Hizbullah di Bandung, pada bulan Oktober 1945 Husinsyah menyusun Resimen Laskar Hizbullah atas perintah dari Komando Divisi Jawa Barat yang dipimpin oleh Zainal Bakhri. Dalam konsolidasi dengan Komando Divisi Jawa Barat tersebut, Laskar Hizbullah dibentuk di Bandung menjadi Batalyon 29   Yang bernama Batalyon Imam Bonjol
Daerah latihan Hizbullah Yon I  Imam Bonjol dipusatkan di Bayongbong Selatan Garut dengan waktu latihannya sekitar 3 bulan perkompi secara bergiliran. Materi latihan yang diberikan disamping latihan fisik, masalah mental anggota, juga diberikan materi rohani yaitu dengan cara memberi pengetahuan agama melalui ceramah dan menanamkan kecintaan terhadap nusa dan bangsa.
Pembentukan Laskar Hizbullah di Bandung bersamaan dengan terbentuknya berbagai badan kelaskaran lainnya, seperti Persatuan Pemuda Pelajar Indonesia (PPPI), Angkatan Pemuda Indonesia (API), Laskar Wanita Indonesia (Laswi), Sabilillah, Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI), Pasukan Banteng Republik Indonesia (BBR I), Angkatan Muda Kota Besar Bandung, Angkatan Pemuda Kereta Api (Ekadjati, 1980 : 96 – 97).
Rakyat dan pemuda yang bergabung dalam berbagai badan kelaskaran dan TKR menyambut kedatangan tentara Sekutu dan NICA dengan melancarkan berbagai insiden dan pertempuran. Diantaranya pertempuran di Fokkerweg. Pertempuran Fokkerweg terjadi ketika pasukan Sekutu mendatangkan konvoi bantuan untuk Bandung. Jalan Fokkerweg yang merupakan garis penghubung yang sangat vital bagi pihak Sekutu. Konvoi Sekutu mendapat penghadangan dari pasukan Republik, pertempuran ini berlangsung 3 hari 3 malam. Perjuangan yang ditempuh dalam menghadapi tentara Sekutu yaitu perlawanan fisik dan perjuangan dengan cara diplomasi. Setelah tahun 1946, Hizbullah disatukan menjadi batalyon 29 Resimen ke-8, semuanya menjadi tentara. Dan sebagian lagi melebur kedalam Divisi Siliwangi  seperti Batalyon V  Hizbullah yang masuk ke dalam Brigade I Tirtayasa Divisi I Siliwangi (Ensiklopedi Islam I, 1987 : 336).

Dengan masuknya Hizbullah ke dalam badan resmi pemerintah, maka Hizbullah mempunyai peranan yang cukup penting, karena pembentukan TNI termasuk Siliwangi tidak lepas dari peran Hizbullah sebagai salah satu laskar terkuat saat itu. Hizbullah sebagai organisasi perjuangan rakyat terbesar telah mempelopori terintegrasinya badan-badan perjuangan rakyat lainnya ke dalam pasukan resmi Republik Indonesia. Badan-badan perjuangan atau laskar-laskar ini tumbuh sebagai manifestasi dari hasrat rakyat yang meluap-luap untuk turut mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Semoga saja manunggalnya kekuatan santri dan rakyat dalam tubuh militer, membuat bangsa Indonesia tetap jaya.
Di Publikasikan Harian Bandung Ekspres

No comments:

Post a Comment