Sunday, July 19, 2015

Pepakem Visioner Sunan Gunung Jati Oleh:Wahyu Iryana

Ketika penulis menyambangi rumah dewan suro majelis sastra Bandung Tandi Skober, di sana sudah ada Ahmad Gibson al-Bustomi (Baba Icon), asap roko yang membumbung ke langit-langit rumah Tandi Skober seakan berwacana tentang gumpalan ide Socrates, Plato, Aristoteles hingga Thales, lirih berbisik dengan kidung-kidung Cerbon Pegot, laras pelong Seribu Masjid Seribu Sujud, mendaras doa-doa Nairem di tiang gantungan opsir Belanda, meneropong dalam sperma air mata yang dipandu canda tawa kidung  Pantura khas Manukwara Tandi Skober. Penulis terperanjat sesaat ketika Baba Icon menanyakan  pertanggungjawaban akedemis penulis tentang perjuangan Sunan Gunung Jati yang harus diemban penulis, untuk menyuarakan di forum-forum resmi atau di media-media sebagai orang yang lahir dari jurusan Sejarah Peradaban Islam Sunan Gunung Djati, Baba Icon seolah berkata gaung akedemis Jurusan sejarah Islam yang idealnya harus diemban oleh orang-orang yang lahir dari almamater yang pernah penulis geluti tidak muncul. Maka dengan itu, penulis mencoba membuka kembali tabir-tabir khasanah agung Sunan Gunung Djati sebagai penyebar dakwah Islam di Jawa Barat.
            Sunan Gunung Jati yang bernama asli Syarief Hidayatullah telah memberikan angin segar bagi penyebaran Islam di Tatar Sunda. Legetimasi politik dan pepayung religi sepenuhnya dimiliki oleh Sunan Gunung jati sebagai raja pandita di tanah Jawa. Sunan Gunung Jati  yang tampil sebagai pemimpin agama dan politik, telah mengubah  sistem dan struktur kenegaraan pada faham kekuasaan religius.
Sunan Gunung Jati  memiliki genetik darah biru yang kuat dari Sri Baduga Maharaja atau yang lebih dikenal dengan sebutan Prabu Siliwangi, pupuhu Kerajaan Pajajaran yang merupakan kerajaan Sunda terbesar di Nusantara. Apibila diruntut secara vertikal ibu dari Sunan Gunung Djati adalah Syarifah Mudaim atau Nyi Mas Rarasantang adaah anak Kandung Prabu Siliwangi dari istri Permaisuri Nyi Subang Larang. Jadi secara legitimasi politik Sunan Gunung Jati sangat dihormati masyarakat bukan hanya di wilayah pantura tetapi juga tatar parahyangan.  Sunan Gunung Jati tampil sebagai kepala pemerintahan antara  1479 - 1568 M atau selama 89 tahun, untuk mendukung pemerintahannya, beliau terus membangun sarana pendukung baik sarana ekonomi, politik maupun agama. Untuk sarana di bidang agama, Sunan Gunung Jati membangun mesjid (tajug), yang pembagunannya dibantu oleh dewan wali seperti Raden Sepat sebagai arsitek, Raden Fatah, Sunan Kalijaga, dan Sunan Ampel.
Cirebon dijadikan sebagai tempat pusat kegiatan pemerintahan, memang memiliki kecendrungan wilayah perairan laut yang strategis, proses penyebaran Islam awal lebih banyak dikisahkan melalui jalur laut. Hal inilah yang menjadi acuan pengembangan ekonomi, masyarakat pantai Utara Jawa dengan masyrakat luar pulau jawa, sebut saja Tuban, Pasai, Banten bahkan dari luar negeri seperti Cina, Mesir, Gujarat (India Selatan), Turki, Baghdad dan negeri-negeri lainnya. Sunan Gunung Jati mampu memperluas  jaringan perdagangan, domistik dan mancanegara sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat tajam. Untuk mendukung proses perekonomian Sunan Gunung Jati membangun jalan-jalan yang menghubungkan Kraton Pakungwati dengan pelabuhan Muara Jati. Selain itu. Hal itu diupayakan sebagai acuan bahan lintasan perdagangan internasional yaitu lintasan perdagangan jarak jauh (long dintance trade line)  yang dikenal perdagangan Jalur Sutra. Dalam waktu singkat di bawah kekuasaan Sunan Gunung Jati, Cirebon tumbuh menjadi sebuah kota metropolis di Wilayah Jawa Barat.
Sumber yang didapat dari Carita Purwaka Caruban Nagari sendiri menjelaskan selain mengendalikan kekuasaan politik sebagai penguasa kesultanan Islam Cirebon, Sunan Gunung Jati terus menyebarkan agama Islam ke seluruh pelosok tatar Sunda. Dalam catatan para sejarawan daerah-daerah yang dijelajahi oleh Sunan Gunung  Jati  adalah Ukur Cibaliung (Kabupaten Bandung), Timbanganten (Kabupaten Garut), Pasir Luhur, Batu Layang, dan Pengadingan (wilayah Barat dan Selatan Sumedang Larang). Daerah-daerah lain yang berhasil diislamkan adalah Nagari Talaga, Raja Galuh, Indramayu, Trusmi, Cangkuang dan Kuningan.
Amanah Sunan Gunung Jati
Misi dakwah Sunan Gunung Jati sangat lues, bukan hanya dari kalangan para petinggi dari kerajaan-kerajaan kecil di sepanjang Pantura yang diislamkan, tetapi juga masyarakat kecil dari semua lapisan. Baik petani, pedagang, nelayan, tukang dokar, saudagar, syah bandar dan yang lainnya. Penulis sering mengutip amanah Kanjeng Sunan Gunung Jati “ingsun titip tajug lan fakir miskin” memiliki makna yang dalam, namun apabila diartikan secara bahasa bermakna saya titipkan tajug (tempat shalat) dan fakir miskin. Terjemahan yang lebih luas bisa bermakna bahwa Sunan Gunung Jati dalam kata ‘ingsun titip tajug” mengajarkan kepada umatnya agar jangan meninggalkan shalat, sebagai hubungan vertikal kita dengan Sang Maha Pencipta. Sedangkan konsep horizontal terpatri dalam kata “fakir miskin”, bahwa umat Islam idialnya harus mempunyai kepekaan terhadap kesadaran sosial terhadap kaum fakir miskin, anak yatim dan kaum dhuafa. Dalam bahasa yang lebih lugas Sunan Gunung Jati seakan mengajarkan tentang konsep Hablumminallah dan Hambuluminannas. Sunan Gunung Jati sebagai umat Nabi Muhammad Saw., tetap memakai pepayung agama yang ditetapkan Allah dan Rasulnya tentunya landasan Al-Qur’an dan As-Sunah yang dijadikan patokan dalam berdakwah. Bukan hanya bergelut dalam partikel kultur lokal saja namun lebih dari itu menembus sekat-sekat budaya yang terkungkung oleh zaman. Sunan Gunung Jati telah mampu memberikan profit yang optimal bagi kelangsungan perkembangan Islam di masa yang akan datang. Terbukti dengan berkembangnya Islam di Jawa Barat, hampir 89% masyarakat Jawa Barat beragama Islam.
Kita bisa melakukan napak tilas proses penyebaran Islam yang dilakukan oleh Sunan Gunung Jati dalam menyebarkan agama Islam di Jawa Barat khususnya. Perjalan tapak tilas bisa kita awali dengan wisata ziarah ke Makam Sunan Gunung Jati di Desa Astana Cirebon, kemudian bisa melanjutkan perjalanan ke Kraton Kanoman, Pejambon dan Pakungwati (Kasepuhan), yang terdapat Sangkala Buana (alun-alun), Jembatan Kreteg Pangrawit,  Mesjid Agung Sang Cipta Rasa, Tajug Jalagrahan, benda-benda pusaka yaitu terdiri dari persenjataan tradisional hingga kereta kencana yang terdapat dalam musium kraton.  Menurut Halwany Michrob (1995) yang menarik dari peninggalan budaya dari aktivitas Sunan Gunung Jati adalah bidang Planologi atau Tata Kota.  Susunan pusat  ibu kota Kerajaan Cirebon merupakan proto type awal dari karakteristik kota  di Indonesia yang bercorak Islam yang terdiri dari unsure arsitektur masjid, Istana, Pasar, tembok pertahan alun-alun, bangunan audiensi dan pelabuhan.
Sunan Gunung Jati meninggal tahun  1568 Masehi, namun karomahnya sampai saat ini masih kita rasakan. jasa-jasanya dalam memberi nikmat kedamaian Islami, kepemimpinan yang merakyat, mencintai perdamaian, menghargai perbedaan akan tetap hidup dalam segala zaman. Pelajaran sejarah dapat ditarik dari napak tilas perjalan hidup seorang wali, yang memberi rizqi kepada beribu manusia selama beliau hidup atau pun ketika telah tiada.
                                                                       

Dipublish Galamedia, Senin 2 September 2013

No comments:

Post a Comment