Sunday, July 19, 2015

Mahasiswa Patani di Tanah Rantau dan Potret Gerakan Mahasiswa Indonesia Oleh : Wahyu Iryana

Di sini, di antara buruh dan tani, kami generasi yang kalah menemukan kebenaran dan kekuatannya kembali. Inilah satu-satunya rumah kami. (Emmanuel Lacaba)

            
Ada satu persamaan seluruh gerakan mahasiswa di Dunia pada massanya yaitu bertujuan untuk menegakan keadilan dan kebenaran. Mengutip dari pernyataan TB Simatupang pada simposium pemuda Indonesia tanggal 23 Oktober 1980, yang mengatakan bahwa sadari atau tidak, akui tidak di akui, tiap-tiap bangsa dipengaruhi oleh masa lampaunya dalam menjalankan tanggung jawabnya di masa kini dan yang akan datang. Masa lampau bisa menjadi penghambat dan bisa juga menjadi sumber inspirasi yang memberikan visi dan kegairahan dalam menghadapi tugas-tugas sekarang dan waktu yang akan datang. (Yozar Anwar, 1981:250).
Sebagaimana setiap periode kebangkitan sebuah generasi yang melakukan perubahan di berbagai belahan dunia, selalu lahir karya-karya sastra yang merupakan ungkapan semangat zamannya. Dan kutipan di atas adalah petikan dari sebuah puisi seorang penyair dan aktivis mahasiswa Filipina yang menggambarkan semangat generasi muda negeri tersebut yang tengah bergelora memperjuangkan demokrasi melawan kediktatoran Marcos pada dekade 1970-an. Kiranya kutipan tersebut tepat untuk menggambarkan semangat kaum muda Patani yang berada di tanah rantau saat ini. Perjuangan bagi transformasi masyarakat hanya bisa terwujud apabila kita berada di tengah-tengah massa rakyat, hidup dan berjuang bersama mereka.
Hampir setiap gerakan yang dilakukan di belahan negara diawali oleh kelas-kelas terpelajar. Berawal dari kesamaan ide dan gagasan tentang kegelisahan bersama melalui diskusi-diskusi tentang isue yang berkembang di negara asal sampai isue yang bersifat Internasional termasuk di dalamnya isue Timur Tengah dan bangsa-bangsa Eropa. Dari diskusi-diskusi inilah mahasiswa Patani diharapkan mulai 'menginjeksi' kesadaran massa rakyat, dan kemudian mulai melibatkannya dalam aktivitas politik yang lebih lanjut sebagai action gerakan. Dalam menjelaskan ke massa rakyat, para aktivis ini sering memakai analisa "kiri". Walaupun tentu saja varian "kiri"-nya sangat heterogen. Mereka memberikan gambaran bahwa ketidakadilan, ketimpangan ekonomi, adalah akibat struktur dan sistem ekonomi yang kapitalistik dan otoriter. Maka, untuk mengatasi persoalan yang ada harus memperbaiki sistemnya terlebih dahulu hal ini sudah dilakukan oleh Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 untuk menjatuhkan rezim otoriter Soeharto.
Dalam sejarah gerakan mahasiswa di dunia, kita juga perlu belajar dari sejarah perjuangan mahasiswa Indonesia yakni Gerakan Mahasiswa (GM) '98-yang menjadi embrio GM saat ini patut mendapatkan acungan jempol. Gerakan ini tidak hanya bisa memobilisasi jumlah massa yang besar dan berskala nasional, tapi juga bisa menggulingkan sebuah rezim diktator Orde Baru (Soeharto) yang telah berkuasa hampir 32 tahun.
Dalam hal radikalisasi dan militansi, GM '98 juga bisa mencatat sejarah baru. Serangkaian demonstrasi yang terjadi mengalami bentrokan dengan militer. Di Universitas Sebelas Maret Surakarta dan di kampus Universitas Lampung, misalnya, pada tanggal 17 Maret 1998 terjadi bentrokan antara mahasiswa-yang ingin melanjutkan rally ke luar kampus- dengan militer. Sementara di Yogyakarta, tanggal 2-3 April bentrokan terjadi di Boulevard UGM dan bentrokan berulang pada tanggal 13 April ketika demonstran dikejar-kejar dan ditembaki oleh militer sampai ke dalam kampus. Hampir delapan jam kampus UGM dikuasai oleh militer.
Di Medan juga terjadi bentrokan serupa, dalam aksi tanggal 24 April, demonstran melempari anggota militer dengan molotov. Akibatnya, kampus Universitas Sumatera Utara (USU) diliburkan beberapa hari. Pada bulan Mei, aksi-aksi mahasiswa semakin bertambah banyak, kampus-kampus yang selama itu apolitis ikut terlibat dalam aksi. Peristiwa paling tragis terjadi tanggal 12 Mei ketika terjadi aksi di Universitas Trisakti, Jakarta, empat mahasiswa gugur diterjang peluru militer. Sementara pada peringatan Hari Pendidikan Nasional, tanggal 2 Mei, terjadi bentrokan di Jakarta, Medan, Yogyakarta, Jember, Malang dan beberapa kota lain. Dalam waktu dua bulan, antara tanggal 1 Maret sampai 2 Mei, Edwad Aspinal dalam tulisannya, The Indonesia Student Uprising of 1998 mencatat terjadi 14 bentrokan antara mahasiswa dan militer yang terjadi di Jawa
Sumatera, Bali, dan Lombok. Bentrokan ini menunjukkan sikap tegas mereka terhadap militer. Itulah mereka, GM '98 yang sangat antimiliterisme dan kediktatoran. Dalam sejarah Gerakan Mahasiswa (GM) di manapun posisi mereka terhadap penguasa selalu kritis, bahkan tidak jarang kemudian menjadi katalisator bagi tergulingnya sebuah rezim yang tidak demokratis. Biasanya gerakan dimulai dengan tuntutan-tuntutan demokratis, seperti tuntutan kebebasan berorganisasi, kebebasan demonstrasi, mogok, kebebasan pers, dan lain-lain. Awalnya mereka "menyerang" sistem otoritarian di dalam kampus, kemudian gerakan bergeser dengan menyerang sistem kapitalisme militeristik. Mereka sadar bahwa sistem di kampus yang "memenjarakan" tidak akan berubah tanpa merubah sistem negara yang menindas. Tumbuhnya kesadaran "ideologis" ini merupakan kunci bagi gerakan mahasiswa untuk membuka ruang yang telah mengungkung mahasiswa selama ini. Walaupun harus juga diakui bahwa kesadaran ideologis ini tidak selalu mengacu pada aliran politik tertentu. Mungkin lebih tepat, jika dikatakan bahwa gerakan mahasiswa banyak dituntun oleh "ideologi" radikalisme dan populisme.
Di negara Indonesia posisi Gerakan Mahasiswa juga tidak jauh seperti dijelaskan di atas. Mereka mengkritisi kebijakan pemerintah yang dianggap hanya menguntungkan segelintir orang. Misalnya, pada tahun 1973, Arief Budiman dan kawan-kawan yang memprotes pembangunan TMII. Pembangunan ini menurut kelompok Arief Budiman tidak sesuai dengan situasi Indonesia. Bagi mereka ini hanya merupakan proyek ambisius belaka. Akibat "pembangkangan" ini, Arief Budiman dijebloskan ke dalam bui oleh rezim Orba. Kemudian, pada bulan Oktober 1973 para mahasiswa mengadakan aksi ke gedung DPR/MPR menyampaikan "Petisi 24 Oktober". Isi petisi ini mengkritisi kebijakan pembangunan yang dianggap tidak populis, kebijakan pembangunan yang dijalankan pemerintah hanya menguntungkan yang kaya. Begitu juga dengan peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari) 1974 yang memprotes masuknya modal Jepang ke Indonesia. Dan akhirnya, gerakan pun berhasil melengserkan penguasa Orde Baru yang dipelopori GM '98.
Posisi seperti di atas masih berlaku hingga saat ini. GM telah berhasil memulai proses reformasi total, namun dalam perjalanannya proses ini tersendat-sendat hingga kini. Maka, sudah menjadi keharusan sejarah GM harus menuntaskan reformasi total tersebut. Dan memang, GM yang ada saat ini tetap konsisten untuk menuntaskan agenda reformasi total. Aksi-aksi terakhir menunjukkan konsistensi mereka. Pada tanggal 28 September 2000, setelah Soeharto dinyatakan bebas oleh pengadilan Jakarta Selatan, ribuan mahasiswa menyerbu Jalan Cendana, dan aksi ini berakhir dengan terjadinya bentrokan dengan militer. Sepanjang bulan Oktober 2000 tercatat 31 aksi mahasiswa dengan dua isu utama penolakan kenaikan harga BBM dan pengadilan Soeharto.
Ada dua persoalan pokok yang menjadi sebab reformasi total tidak bisa segera dituntaskan. Pertama, masih dominannya sisa-sisa kekuatan Orde Baru-baik di birokrasi, parlemen maupun di tubuh militer sendiri. Mereka ini-sisa-sisa Orde Baru-terus-menerus melakukan manuver politik agar dosa-dosa mereka tidak pernah terbongkar dan bisa mempertahankan status quo. Akibatnya, agenda-agenda utama dari reformasi total seperti pengadilan mantan Presiden Soeharto, pencabutan Dwi Fungsi TNI, pemberantasan KKN, terus terganjal. Kedua, usaha-usaha untuk menuntaskan reformasi total sering diganjal oleh kaum reformis gadungan. Mereka ini yang mengaku reformis, tetapi sering 'memancing di air keruh' untuk kepentingan politik golongannya, bahkan mereka kadang bersekutu dengan sisa-sisa Orde Baru. Bisa kita ambil contoh tentang usulan Presiden Abdurrahman Wahid tentang pencabutan Tap MPRS No XXV/ MPRS/1966, kemudian mereka manipulasi untuk mengobarkan isu-isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Mereka ini juga sangat akomodatif terhadap Dwifungsi TNI dan tidak tegas terhadap penghancuran sisa-sisa Orde Baru.
Akhirnya, memang tidak ada gading yang tak retak. Begitu juga dengan Gerakan Mahasiswa saat ini. Kendala yang terakhir adalah kelemahan subyektif gerakan itu sendiri. Yaitu platform yang beragam dari berbagai organ Gerakan Mahasiswa belum bisa saling dipertemukan. Sehingga, strategi/taktik bersama untuk merespons perkembangan ekonomi politik pasca kediktatoran Soeharto belum berhasil dirumuskan. Hal ini juga tidak terlepas dari adanya problem eksistensialisme dari masing-masing organ pergerakan yang ada walaupun tidak sekuat gerakan sebelumnya. Yang jelas Reformasi total merupakan sebuah proses yang tidak sekali jadi, tetapi membutuhkan waktu dan political will yang sunguh-sungguh dari pemegang kekuasan.
Semangat Kesatuan Mahasiswa Patani
Apabila kita analisis sisi positif dari Gerakan Mahasiswa Indonesia di atas, ada hal hal yang memang perlu di bedah dan diejawantahkan dalam pisau analisis yang pas sebagai potret nilai gerakan mahasiswa dalam menumbangkan rezim otoriter, yakni berjuang menciptakan tatanan yang lebih baik di masa yang akan datang. Tentunya apabila penulis melihat organ-organ Gerakan Mahasiswa Patani, Thailand Selatan idealnya harus berani membuka diri satu sama lain, sembari juga mengajak organ-organ gerakan sosial lainnya yang memiliki visi yang sama bagi kemajuan dan kesejahtraan warga masyarakat Thailand Selatan. Hanya dengan demikianlah organ-organ pergerakan bisa solid. Sehingga, daya dorong kepada semangat persatuan yang utuh, saat ini memang dibutuhkan jiwa patriuotik islami untuk menghilangkan penghalang-penghalang integrasi kebangsaan, untuk kemudian menuntaskan reformasi yang 'terinterupsi'. Jika hal tersebut bisa dicapai maka tak ada alasan lagi bagi pemerintahan Thailand untuk melakukan 'politik dagang sapi' dan konsesi-konsesi dengan kekuatan status quo.
Tentu harus menjadi bahan renungan tersendiri ketika mahasiswa Patani, Thailand Selatan datang ke Indonesia untuk menuntut ilmu, datangnya mereka adalah bagian dari ukhuwah Islamiah karena sejak dulu sebenarnya masyarakat muslim Nusantara sudah mewarisi hubungan persaudaraan lewat jaringan ulama di Kawasan Asia. Pendidikan sesungguhnya adalah garda terdepan untuk merubah status sosial di masyarakat, bahkan agama dan bangsa agar lebih baik. Jika hal ini mampu disadari oleh seluruh mahasiswa Patani yang ada di seluruh tanah rantau, maka tidak akan mereka sia-siakan waktu mereka hanya untuk bersantai-santai, tetapi belajar sungguh-sungguh dan membuka jejaring yang masif dan bermanfaat sebagai bekal kelak di masa yang akan datang.
Persoalannya adalah, apakah bisa mahasiswa Patani surfival untuk include menjadi bagian integral mentaati aturan Kampus di Indonesia, karena terkendala bahasa misalnya? Namun, penulis meyakini sepertinya sifat kejuangan mahasiswa patani untuk terus maju menapaki tangga pendidikan adalah bagian yang tidak bisa tergoyahkan untuk menuju hidup yang lebih baik, betapa tidak saudara-saudara muslim kita di Patani Thailand Selatan terusik jiwanya ketika sebagian saudara mereka di brondong timah panas oleh tentara pemerintah Thailand karena di anggap melakukan makar dan separatis terhadap pemerintahan. Hal ini bisa dinegosiasi dan dimediasi apabila otak lebih dikedepankan dalam mengatasi problem yang terjadi bukan melulu otot dan militerisme yang membabi buta tentunya.
Persatuan Mahasiswa Islam Patani, Thailand Selatan di Indonesia atau lebih dikenal dengan (PMIPTI) adalah wadah menghimpun diri mahasiswa Patani untuk melakukan diskusi tentang keadaan warga Patani di Tanah Air, belajar, mengadvokasi, bakti sosial kemasyarakat, gerakan positif yang memberikan makna berarti untuk bangsa dan agama. Maka hendaknya PMIPTI melakukan komunikasi kolektef dengan semua sistem baik di kampus, maupun komunikasi dengan organisasi eksternal yang ada di negara rantau, manfaatnya pasti banyak, selain membuka jaringan seluas-luasnya, juga memperkokoh ikatan ukhuwah islami antara sesama muslim.
Tanggung jawab yang riil Mahasiswa Patani sesungguhnya ketika mereka kembali ke Tanah air setelah berjibaku dengan pencarian makna hidup di perantauan adalah memberi andil positif untuk kemajuan masyarakat muslim Patani agar lebih memberi warna hidup tentang makna kebersamaan, persamaan hak warga negara, semangat persatuan dan keadilan yang menyeluruh dan bersifat universal.
Penulis meyakini basis ikatan alumni mahasiswa Patani, yakni mereka yang dulu pernah kuliah di Indonesia akan lebih progres apabila menghimpun diri kembali untuk bangkit dan berperan dalam prospek kemajuan bangsa di Patani. Para alumni yang memeliki nilai lebih entah dalam materi, ataupun karya lain untuk pengembangan adik-adiknya mahasiswa Patani yang baru kembali ke Tanah Air harus memberikan magnet positif untuk merangkul dan berjalan beriringan demi visi persatuan dan persaudaan ukhuwah islami untuk menjunjung kesejahtraan yang lebih menjanjikan.
Setidaknya yang perlu dilakukan dalam menggalang kembali silaturrahim dengan warga Muslim Patani adalah dengan metode pengorganisasian yang pertama harus dilakukan, minimal sederhananya mencari kontak terlebih dahulu. Setelah itu mengajak diskusi tentang kondisi sosial yang dikaitkan dengan situasi ekonomi politik nasional terkini dan melakukan gerakan yang positif membangun. Baik yang bergerak dalam bidang pendidikan, berwiraswasta, Lembaga Swadaya Masyarakat, ataupun menjadi aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) tulen yang menaungi segala kegelisahan masyarakat muslim patani di tingkat lokal, nasional, maupun Internasional.
Akhirnya, apabila kesadaran ini mewujud hanya ada dua pilihan bagi pemerintahan Thailand saat ini: reformasi total birokrasi kelembagaan pemerintahan atau memberikan profit yang optimal bagi seluruh warga negaranya tanpa memandang ras, agama, suku, warna kulit. Semoga saja kesejahtraan dan kedamaian selalu menyelimuti masyarakat Patani di Thailand Selatan. Wallahualam.


Dipubish Majalah PPMTI Bandung

No comments:

Post a Comment