Saturday, July 18, 2015

Pencak Silat, Seni Bela Diri Masyarakat Pribumi

Seringkali orang menanyakan kedudukan dan kelestarian budaya pencak silat dalam perkembangan budaya nasional. Pertanyaan itu memang mengandung kekhawatiran bahwa pengembangan kebudayaan nasional akan menggerus kebudayaan pencak silat sebagai warisan budaya lokal. Sementara itu sebagaimana perkembangan budaya seni yang lainnya budaya seni bela diri pencak silat mengalami perkembangan pula. Oleh karenanya kalau terjadi pergeresan nilai, perkembangan norma sosial, dan pemikiran-pemikiran baru dalam masyarakat lokal, dengan cepat masyarakat akan beranggapakan terjadi kemunduran budaya.
Sesungguhnya masyarakat tidak perlu khawatir tentang akan punahnya budaya seni bela diri pencak silat di nusantara selama pancak silat masih selalu didukung oleh masyarakat dan pemerintah setempat. Harus diingat bahwa perkembangan jaman akan berpengaruh kuat terhadap kebudayaan seni bela diri pencak silat. Bagi masyarakat pendukungnya, kebudayaan akan selalu terus berkembang sesuai melodi jiwa jaman (Zeitgest). Kemajuan teknologi yang terjadi tidak banyak orang menyadarinya, sehingga sebagian dari pecinta budaya seni pencak silat menganggap bahwa pencak silat tidak akan lapuk oleh hujan dan tidak akan lekang oleh jaman.
Pencak silat hanya akan dapat memenuhi peranannya sebagai salah satu penyumbang dan pendukung kebudayaan dan kesenian nasional kalau bagi masyarakat pemiliknya ikut berperan aktif, dengan kata lain kalau pancak silat dapat menjadi salah satu pengatur dan pengendali lingkungan baik rohani maupun jasmani maka kesenian pencak silat akan tetap lestari dalam masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan rekonstruksi tradisi kesenian bela diri dan dihidupkan cara bertradisi dalam berkesenian nasional. Di sisi lain pencak silat diharapakan akan menjadi penyumbang kekayaan dari khasanah masa lampau yang telah diselamatkan dan dijaga karena pencak silat dikenal sebagai salah satu jenis budaya bela diri khas nusantara. Menurut As. Masriatmadja dalam pencak silat terdapat empat aspek pembinaan bernilai luhur. Pertama, aspek olah raga Kedua, aspek bela diri ketiga, aspek olah seni atau olah budaya dan keempat aspek pembinaan mental spiritual (As. Masriatmadja, 1989:154). Namun dalam perkembangannya aspek olah raga dan aspek olah seni yang paling menonjol.
Perkembangan pencak silat di Jawa Barat
Pencak silat telah merasuk ke dalam kehidupan masyarakat, terbukti dengan tumbuh suburnya berbagai perguruan dan padepokan di seluruh tanah air, terutama di Jawa Barat. Berbagai jenis aliran pencak silat yang menjamur khususnya di Jawa Barat, seperti aliran Cikalong, aliran Syahbandar dan aliran Cimande. Sejak jaman Embah Kahir, Muhammad Kosim dan Raden Haji Ibrahim perkembangan pencak silat di Jawa Barat berkembang secara turun temurun. Dalam perkembangannya pencak silat di tatar Sunda, aspek seni budaya lebih banyak ditampakan ke permukaan. Hal ini diupayakan agar pencak silat tidak di pandang sebagai sesuatu yang identik dengan kekerasan dalam bela diri atau metode “gelut.”Perkembangan seni pencak di tatar Sunda dalam setiap pertunjukan selalu memakai Gendang Pencak, pagelaran Gendang Pencak hampir dilakukan oleh setiap perguruan pencak silat di tatar Sunda. Dalam memperagakan jurus-jurusnya sang pesilat berusaha mengembangkan setiap jurus-jurus andalannya dengan mengharmonisasikan Usik jeung Musik atau gerak dan irama.
Secara filosofis dalam usik atau gerak mengandung berbagai nilai dan makna. Pertama, nilai estetika pada penampilannya yang luwes dan indah. Kedua, dinamis yang mencerminkan olah jasmani berdasarkan kondrati illahiyah dalam tubuh manusia. Ketiga, usik atau gerak memiliki nilai etika sopan dan berbudi pekerti luhur yang pasti tidak menyimpang dari kaidah bela diri pencak silat. Sedangkan nilai filosofis dalam musik atau irama merupakan pengiring dalam meningkatkan nilai seni bela diri pencak silat, sehingga penyajiannya tidak monoton dan relatif bervariasi dan melahirkan gerak pencak kembangan. Pola yang dilahirkan dari gerak pencak kembangan berupa pola ibing, di antaranya pola ibing Tepuk Dua, Pola Ibing Paleredan, pola ibing Tepuk Tilu dan pola ibing Golempang.
Pencak Silat di Jawa Barat yang diiringi oleh Gendang Pencak kemudian menghegemoni kesenian yang bernuansa tari. Seperti benjang, rampak kendang, reog, rudat, surak ibra, ketuk tilu, termasuk tari jaipong kreativitasnya banyak terpengaruh oleh gendang pencak dan gerakan pencak silat. Hampir seluruh pancak silat di Jawa Barat, berdiri atas dasar swadaya masyarakat, sehingga segala sesuatunya di bantu oleh warga sekitar. Inilah bedanya pecak silat dengan bela diri lain. Pencak silat cenderung membaur dengan masyarakat dan merakyat. Seperti halnya Padepokan Gelar Kencana yang didirikan oleh Aki Ujang di Mandala Wangi, Ujung Berung. Kendala yang dihadapi oleh para seniman pencak silat bisa jadi hampir sama yaitu kurangnya pembinaan yang dilakukan khususnya secara materi yang dilakukan oleh pemerintah, sehingga dengan keadaan yang seperti ini seniman tumbuh dengan sendirinya, tanpa pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah maka banyak sekali seniman pencak silat yang tidak bisa berkembang, bahkan bakat seni yang dimiliki secara turun temurun pun bisa hilang karena tidak adanya peralatan ataupun media seni untuk mengekspresikan seni mereka. Hal ini kemudian berakibat pada kekecewaan para seniman. Padahal dalam perjalanannya kiprah para seniman pencak silat di Jawa Barat sangat banyak, salah satunya pernah menjuarai Pekan Olah Raga Nasional tahun 1961 disamping itu banyak sekali penghargaan lain ditingkat lokal dan Internasional.
Seperti umumnya seni budaya di Jawa Barat seni bela diri pencak silat pun berevolusi, mengikuti perkembangan jaman. Untuk melestarikan budaya pencak silat pemerintah mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Barat Nomor: 426/SK. 123B-Bintal/81 tertanggal 31 Agustus 1981 yang berisi tentang “Pola pembinaan dan pengembangan Pencak Silat di Jawa Barat.” Pencak silat kini dijadikan mata pelajaran Ektra Kulikuler (Eskul) dimulai tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Hal ini di upayakan agar tunas-tunas muda sudah terbiasa dan mengenal dekat dengan pencak silat. Tingkat pembelajaran di tingkat sekolah dasar hanya berupa gerakan dasar saja, sedangkan di tingkat Sekolah Menengah Atas atau di Perguruan Tinggi sudah diberikan gerakan kembangan dari gerakan dasar, seperti jurus dan olah kanuragan yang bersifar rohani lainnya. Di samping itu juga tercatat peran Pesantren yang berjasa besar menyebarluaskan pencak silat sejak pertama kali muncul bahkan sampai sekarang masih banyak Pesantren di Jawa Barat yang masih tetap konsisten melestarikan budaya pencak silat.
Pelestarian seni bela diri pencak silat akan meliputi beberapa upaya dasar yang satu sama lain bersambungan. Pertama adalah penyelamatan dalam bentuk dokumentasi audio visual dan pemilikan serta penyimpanan. Kedua, masyarakat dan pemerintah harus ikut andil dengan datang ke pagelaran seni atau ke perguruan pencak silat silat, misalnya dengan menyediakan tempat pertunjukan atau sekedar ingin berlatih pencak silat. Dalam hal ini diharapkan pemerintah terkait mampu memberikan kontribusi lebih bagi lestarinya budaya bangsa seni pencak silat.

Dimuat Pikiran Rakyat 4 Agustus 2011

No comments:

Post a Comment