Saturday, July 18, 2015

Melahirkan Gelora Soekarno

Banyak sekali tulisan-tulisan tentang Soekarno seolah-olah seperti mata air yang terus mengalir, sebut saja salah satunya buku Cindy Adams, Bung Karno Penjambung Lidah Rakjat (Sukarno, An Autobiography as Told to Cindy Adams), atau buku Soekarno-Islam Pertemuan Marhaen dan Santri ditulis oleh Iip Zulkifli Yahya dan M. Imam Aziz, dan mungkin roman sejarah yang melankolis karangan Ramadan KH, Ku Antar ke Gerbang Kisah Cinta Inggit dengan Soekarno telah mengingatkan kembali alam bawah sadar kita untuk mengikuti perjalan hidup Soekarno.
Soekarno, Sang Putra Fajar atau yang lebih dikenal dengan Bung Karno (selanjutnya ditulis BK) lahir di Surabaya, 6 Juni 1901 yang silam. Sepak terjang BK dalam mengawal kemerdekaan Indonesia tidak dapat diragukan lagi. Pada waktu Soekarno muda belajar di THS Bandung, ia mendirikan Al-gemente Studie Club (Kelompok Studi Umum) salah satu program kelompok studi ini adalah mendiskusikan berbagai persoalan mencapai kemerdekaan, sebagai media latihan berpolitik praktis. Al-gemente Studie Club merupakan cikal bakal PNI yang didirikan pada tanggal 4 Juli 1927. BK sangat pandai berpidato. Ia sangat pandai memanfaatkan moment, pada umumnya pidato-pidato BK berisi ajakan atau anjuran untuk memberi semangat rakyatnya untuk bersatu atas dasar semangat kebangsaan. Maka BK tidak pernah berhenti berpidato dari satu tempat ke temapat yang lainnya. Ia menggerakan dan menggelorakan semangat rakyat untuk merebut kemerdekaan asasi yang telah direnggut oleh pemerintah kolonial Belanda. Dalam sebuah pidatonya BK berkata”Hayolah kita bergabung menjadi satu keluarga yang besar dengan satu tujuan yang besar, menggulingkan pemerintahan kolonial, melawannya, dan bangkit bersama-sama.” Agitasi semacam ini dilakukan terus-menerus dalam setiap orasinya di depan rakyat Indonesia.
Bung Karno juga telah membuktikan dirinya sebagai singa podium, pada tanggal 19 september 1945 di lapangan Ikada, BK secara mengagumkan dengan gaya bahasa orasi seperti retorika, personifikasi, dan hiperbola mampu menghipnotis 200.000 rakyat Indonesia yang siap menunggu perintah pemimpinnya. Namun apa yang diperintahkan BK pada waktu itu justru, beliau mengatakan “pulang dengan tertib, percayakan perjuangan pada pemerintah,”rakyat Indonesia sekali lagi taat apa yang diserukan BK, hal ini adalah bukti ketaatan rakyat kepada pemimpinnya.
Bung Karno terbukti bukan hanya gemar berpidato tetapi juga pandai menulis. Sebelum Perang Dunia II tulisan BK banyak terseber di berbagai surat kabar, misalnya Suluh Indonesia Muda, Fikiran Ra’yat, Pandji Islam, dan Pembangunan. Bahkan salah satu tulisannya yang menarik adalah Indonesia Klaagt aan (Indonesia Menggugat), sebagai plodi pembelaan Soekarno di gedung Landraad (pengadilan), Bandung.
Perjuangan Memerdekakan Bangsa
Para sejarawan sepakat bahwa Bung Karno adalah bapak bangsa Indonesia, pada zamannya BK telah mampu menggalang kekuatan rakyat untuk menjadikan Indonesia menjadi negara yang berdaulat. Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah tonggak perjuangan yang selalu di gelorakan BK di depan podium, sebagai realisasi pelaksanaan kata-kata. Bung Karno menggelorakan semangat rakyat tidak hanya setelah Indonesia merdeka, tapi jauh sebelum 17 Agustus 1945, lewat pidato, tulisan dan tindakan-tindakannya, bangsa dan rakyat Indonesia didorong untuk mempunyai semangat persatuan dan bangga dengan negara Indonesia.
Pidato Bung Karno di depan sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 30 September 1960 yang berjudul To Build the World Anew (Membangun Dunia yang Baru) telah menjadi legenda. Ia mengkritik habis tata dunia yang dikuasai peradaban kapitalisme dan imprialisme. BK mencoba mengajak masyarakat dunia membangun dunia baru, yang lebih adil dalam bingkai kebersamaan yang lebih egaliter.
Jiwa jaman (Zeitgest) benar-benar memberikan persiapan kepada BK untuk memenuhi panggilan zamannya dalam memakmurkan bangsanya di pelbagai segi perjuangan khususnya seperti: Pertama, Melawan segala bentuk penjajahan, Kedua, Membangun negara kesatuan yang berdaulat, Ketiga, Membela kepentingan rakyat, Keempat, Kerukunan umat beragama, dan Kelima, Mengenalkan Indonesia dalam dunia Internasional. Hal tersebut merupakan bukti apa yang telah dilakukan BK merupakan legitimasi kepemimpinan sejati untuk seluruh rakyat Indonesia.
Cindy Adams dalam Bung Karno Penjambung Lidah Rakjat menguraikan dengan apik Perjalanan hidup BK, karena perjalanan hidup BK adalah perjalanan hidup bangsa Indonesia. Perjuangan BK adalah perjuangan rakyat Indonesia. Walaupun awal yang baik belum tentu berakhir dengan baik. BK adalah sekian banyak tokoh yang mampu menggguncang dunia, tokoh besar yang pernah lahir dari rahim ibu pertiwi, wafat secara menyedihkan. Setalah berhasil menyelenggarakan kongres Asia-Afrika di Bandung pada tanggal 18-25 April 1955. Sang Putra Fajar harus menghadapi permasalahan intern negaranya. Dengan mengeluarkan dekrit 5 Juli 1959 yang menyatakan berlakunya kembali UUD 1945, pembubaran Konstituante, dan UUD sementara tidak berlaku lagi.
Peristiwa G30S membawa BK menuju kehancuran, dengan dalih surat perintah 11 Maret 1966 Soeharto mengendalikan pemerintahan. Pidato pertanggungjawaban BK, Juni 1966 ditolak MPRS, dan pada 27 Maret 1967, pada Sidang Umum V Soeharto dilantik menjadi Presiden, yang sekaligus merarti menyerahkan kekuasaan resmi kepada Soeharto.
Bung Karno diharuskan tinggal di Wisma Yaso, yang terletak di Jalan Gatot Soebroto, dalam keadaan sakit beliau tidak boleh dikunjungi dan tidak boleh membaca koran dan mendengarkan radio, akhirnya pada tanggal 21 Juni 1970 BK wafat. Lepas dari kesalahan yang pernah dibuatnya, kita perlu jujur bahwa kita kehilangan sang orator ulung, bapak bangsa, yang mencintai persatuan, kebersamaan, dan kerakyatan. Esensi dasar dari semua itu hendaknya kita mengambil hikmah dari perjalanan hidupnya.
Harus diperhatikan BK bukan hanya bertahan sebagai seorang idiolog dan pemikir politik, namun juga dari waktu ke waktu rakyat Indonesia akan selalu mendambakan Soekarno-Soekarno baru terlahir kembali untuk mencetuskan gagasan-gagasan idiologi yang mengguncang dunia. Bahwa dalam gagasan pemikirannya, BK selalu menegaskan semangat nasionalisme dan prinsip kesatuan. Artinya apa ini semua? Pada masa krisis nasionalisme dewasa ini, penulis berpendapat bahwa gejala gerakan radikalisme dan separatisme adalah dampak dari kurangnya rasa kesatuan dan persatuan bangsa, sehingga gerakan radikalisme tersebut membutuhkan ruang gerak politik untuk beremansipasi. Pelajaran sejarah dapat ditarik dari napak tilas perjalan hidup Sang Putra Fajar dalam uraian tersebut di atas.

Dimuat Di Bandung Ekspres, 5 Juni 2011.
Foto BK Koleksi Diro Aritonang

1 comment: